Ringkasan Akidah Ahlussunnah wal Jamaah (2)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫عقيدة أهل السنة والجماعة‬‎
Ringkasan Akidah Ahlussunnah wal Jamaah (2)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan ringkasan Akidah Ahlussunnah wal Jamaah, semoga Allah menjadikan risalah ini ditulis ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Tentang melihat Allah di akhirat
4.    Ahlus Sunnah wal Jamaah beriman kepada khabar (berita) yang disebutkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah bahwa kaum mukmin nanti akan melihat Tuhan mereka dengan mata kepala mereka, dan bahwa kenikmatan melihat Allah dan mendapatkan keridhaan-Nya merupakan nikmat yang paling besar.
      Demikianlah yang disebutkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Ahlus Sunnah wal Jamaah taslim (tunduk dan menerima) terhadapnya, inilah jalan keselamatan.
Tentang pelaku dosa besar
5.    Ahlus Sunnah wal Jamaah berkeyakinan bahwa siapa saja yang meninggal dunia tidak di atas iman dan tauhid “Laailaahaillallah”, maka dia akan kekal di neraka jahannam selama-lamanya.
      Ahlus Sunnah wal Jamaah berkeyakinan bahwa pelaku dosa besar yang masih memiliki iman jika meninggal belum bertaubat dan tidak ada amalan yang menghapuskan dosa-dosa mereka serta tidak mendapatkan syafa’at, jika mereka masuk neraka, maka mereka tidak kekal di dalamnya.
      Dan bahwa orang yang memiliki iman di hatinya meskipun sekecil dzarrah (semut kecil) akan keluar dari neraka.
      Ahlus Sunnah wal Jamaah tidaklah mengkafirkan seorang muslim yang mentauhidkan Allah karena melakukan dosa besar seperti zina, meminum minuman keras, dan memakan riba selama ia tidak menggapnya halal. Karena menganggap halal larangan Allah sama saja mendustakan Allah dan Rasul-Nya.
      Pelaku dosa besar yang meninggal di atas Islam berada dalam kehendak Allah dan hukum-Nya; jika Dia menghendaki, Dia mengampuni dan memaafkannya karena karunia-Nya. Dan jika Dia menghendaki, Dia mengazab mereka karena keadilan-Nya. Setelah itu mereka dikeluarkan dari neraka dengan rahmat-Nya dan dengan syafa’at orang yang diizinkan memberi syafa’at.
Berusaha menggapai hal-hal yang bermanfaat dengan meminta pertolongan kepada Allah
6.    Ahlus Sunnah wal Jamaah berusaha menggapai hal-hal yang bermanfaat bagi mereka baik yang terkait dengan agama maupun dunia dengan meminta pertolongan kepada Allah.
     Ahlus Sunnah juga yakin bahwa pemahaman, ilmu, dan taufiq yang didapatkannya adalah berasal dari Allah Ta’ala. Ia pun meminta hidayah-Nya dengan berdoa dan bertadharru’ (merendahkan diri) kepada-Nya, karena Allah Ta’ala akan menunjuki orang yang meminta hidayah kepada-Nya. Mereka tidak merasa ‘ujub dengan pendapat dan akalnya, serta tidak mencukupkan diri bersandar kepada keduanya.
Memperhatikan masalah ikhlas
7. Ahlus Sunnah wal Jamaah memperhatikan masalah ikhlas dan mutaba’ah (sesuai contoh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam), karena keduanya adalah syarat diterimanya amal.
Tentang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
8.   Ahlus Sunnah wal Jamaah bersaksi (meyakini dan mengakui) bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya, tidak ada lagi nabi setelahnya.
      Beliau adalah khalilullah (kekasih Allah). Allah mengutus-Nya dengan membawa petunjuk/ilmu dan diinul haq (amal yang saleh) untuk mengunggulkannya di atas seluruh agama. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih diutamakan oleh kaum mukmin daripada diri mereka sendiri. Beliau adalah penutup para nabi, Beliau diutus kepada manusia dan jin sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, Beliau mengajak manusia kepada Allah dengan izin-Nya dan sebagai pelita yang menerangi. Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengutus Beliau untuk memperbaiki urusan agama mereka dan dunianya; agar mereka beribadah kepada Allah dan menggunakan rezeki yang diterimanya untuk beribadah kepada-Nya.
      Ahlus Sunnah wal Jamaah mengedepankan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan petunjuk-Nya di atas semua perkataan manusia dan semua petunjuk. Mereka juga berpendapat bahwa setiap manusia bisa diterima dan ditolak pendapatnya selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
      Ahlus Sunnah wal Jamaah juga meyakini bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah menghimpun semua keutamaan dan keistimewaan untuk Beliau yang tidak diberikan kepada seorang pun; Beliau adalah makhluk yang paling tinggi kedudukannnya dan paling besar keutamaannya. Tidak ada satu pun kebaikan kecuali Beliau telah menunjukkannya, dan tidak ada suatu keburukan pun kecuali Beliau telah memperingatkannya.
Tentang Israa’ dan Mi’raaj
9.   Ahlus Sunnah wal Jamaah mengimani Isra’ (diperjalankan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Allah pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqshaa) dan Mi’raaj (dinaikkan-Nya beliau ke langit) dalam keadaan jaga (tidak tidur), dengan ruh dan jasadnya[i].
Tentang beriman kepada malaikat Allah
10.    Ahlus Sunnah wal Jamaah beriman kepada malaikat, baik beriman kepada wujud (keberadaan) mereka, nama-nama mereka, sifat-sifat mereka maupun tugas-tugas mereka yang disebutkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah.
         Jumlah malaikat sangat banyak, tidak ada yang mengetahuinya selain Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
Tentang beriman kepada kitab-kitab Allah
11.   Ahlus Sunnah wal Jamaah juga beriman kepada semua kitab Allah. Mereka beriman bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab dan telah memberikan kepada beberapa rasul suhuf (lembaran-lembaran berisi wahyu). Semuanya adalah firman Allah yang  diwahyukan kepada rasul-rasul-Nya agar mereka menyampaikan kepada manusia syariat-Nya. Dan firman Allah bukanlah makhluk karena firman termasuk sifat-sifat-Nya, sedangkan sifat-sifat-Nya bukanlah makhluk.
      Ahlus Sunnah wal Jamaah membenarkan berita yang ada dalam kitab tersebut yang murni (belum dirubah) seperti berita Al Qur’an dan berita kitab-kitab yang belum dirubah.
      Kita katakan “yang murni’ karena kitab-kitab selain Al Qur’an tidak dijaga kemurniannya, tidak seperti Al Qur’an yang dijaga kemurniannya oleh Allah Ta’ala.
      Sedangkan kitab-kitab selain Al Qur’an seperti Taurat dan Injil sudah dicampuri oleh tangan-tangan manusia dengan diberikan tambahan, dirubah, dikurangi, atau dihapus sehingga tidak murni lagi seperti keadaan ketika diturunkan, Allah berfirman,
مِنَ الَّذِينَ هَادُوا يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ
     “Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya[ii].” (QS. An Nisaa’ ayat 46)
Oleh karena itu, kitab Taurat dan Injil yang sekarang ini sudah berbeda dengan kitab Taurat dan Injil pada masa ketika diturunkan. Kita dapat menyaksikan kitab Taurat dan Injil yang sekarang, yakni yang berada di tangan Ahlul kitab sekarang, dimana isinya mengandung keyakinan yang rusak (aneh dan tidak masuk akal), kisah-kisah yang tidak pantas, dan cerita-cerita dusta serta adanya perbedaan pada masing-masing naskah, dan hal ini sudah masyhur. Sehingga kita hanya membenarkan berita dari kitab-kitab tersebut yang dibenarkan oleh Al Qur’an dan As Sunnah dan kita dustakan berita-berita yang didustakan oleh Al Qur’an dan as Sunnah[iii].
Ahlus Sunnah wal Jamaah mengatakan, bahwa setelah diturunkan Al Qur’an maka kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al Qur’an sudah mansukh (dihapus) tidak bisa diamalkan lagi, yang diamalkan hanya Al Qur’an saja atau hukum yang dibenarkan oleh Al Qur’an saja.
Sulaiman bin Habib pernah berkata, “Kita hanya diperintah beriman kepada Taurat dan Injil dan tidak diperintah mengamalkan hukum yang ada pada keduanya.”
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa




[i] Sebagian orang yang kurang akalnya mengatakan bahwa isra’ dan mi’raj bertentangan dengan akal sehat manusia. Kita menjawab, “Tidak, sama sekali tidak bertentangan dengan akal manusia, karena yang memperjalankan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha adalah Allah Subhaanahu wa Ta'aala (lih. Al Israa’: 1), bukan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri. Sedangkan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan semuanya mudah bagi-Nya.
Untuk lebih jelasnya, kami akan membuatkan permisalan dengan pertanyaan, “Mungkinkah seekor semut bisa tiba dari Jakarta ke Bogor dalam waktu dua jam?” Jawab, “Mungkin, karena bisa saja semut tersebut berada dalam buah rambutan, lalu buah rambutan tersebut diangkut ke dalam sebuah mobil yang hendak berangkat dari Jakarta ke Bogor, ternyata sampai di Bogor hanya memakan waktu dua jam, sehingga semut pun sampai di sana dalam waktu dua jam.” Sampainya semut ke Bogor dalam waktu yang cukup singkat itu, karena yang memperjalankan adalah mobil yang memiliki kecepatan dan kekuatan, bukan semut itu sendiri. Perhatikanlah permisalan ini!
[ii] Merubah arti kata-kata, tempat, atau menambah dan mengurangi.
[iii] Faedah:
Tentang cerita Israa’iliyyat (berasal dari Bani Israil)
Para ulama membagi kisah Israiliyat menjadi tiga bagian,
Pertama, yang maqbul (diterima), yaitu cerita yang dibenarkan oleh Al Qur’an dan As Sunnah atau yang diketahui kebenarannya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, atau ada syahid (pendukung) dari syara’ .
Kedua, yang maskut (didiamkan), yaitu cerita yang tidak diketahui benar-tidaknya. Untuk yang kedua ini, boleh disebutkan sebagai nasehat dan pelajaran, namun kita tidak membenarkan dan tidak pula mendustakan, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan demikian dalam sabdanya:
لَا تُصَدِّقُوْا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلاَ تُكَذِّبُوْهُمْ وَقُوْلُوْا آمَنَّا بِاللهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا . . .                
“Janganlah kalian membenarkan Ahlul kitab dan jangan pula mendustakan mereka, katakanlah “Kami beriman kepada Allah dan kepada kitab yang diturunkan kepada kami (lih Al Baqarah: 136)…dst.” (HR. Bukhari)
Ketiga, marfuudh (yang ditolak), yaitu cerita yang diketahui dustanya atau menyelisihi nash Al Qur’an atau As Sunnah, cerita ini tidak boleh dibenarkan dan disebutkan. Kalau pun disebutkan ia wajib menjelaskan.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger