Mengapa Kita Berputus Asa?

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫لا تيأسوا من روح الله‬‎
Mengapa Kita Berputus Asa?
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Pada risalah ini kita akan membahas masalah dengan judul Mengapa Kita Berputus Asa. Semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengisahkan tentang seseorang yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, lalu ia ingin bertaubat dari sikapnya itu. Dia pun bertanya kepada manusia tentang orang yang paling mengerti agama, lalu diberitahukanlah kepadanya seorang ahli ibadah, maka didatanginya ahli ibadah itu dan diberitahukannya bahwa dirinya telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, apakah masih bisa diterima taubatnya? Maka ahli ibadah itu menjawab, “Tidak bisa.” Lalu dibunuhlah ahli ibadah itu sehingga genap seratus orang yang telah dibunuhnya, namun dia masih ingin bertaubat dan tetap mencari tahu orang yang mengerti agama. Maka ditunjukkanlah kepadanya seorang yang alim (mengerti agama), ia pun memberitahukan kepada orang alim itu bahwa dirinya telah membunuh seratus orang, “Apakah masih diterima taubatnya?” Orang alim itu menjawab, “Ya, siapakah yang dapat menghalangi seseorang untuk bertaubat.” Kemudian orang alim itu menyarankan kepadanya untuk pergi ke kampung tertentu agar ia bisa beribadah kepada Allah bersama mereka, dan agar tidak  kembali ke kampung sebelumnya. Laki-laki ini pun pergi ke sana, di tengah perjalanan tiba-tiba maut datang, sehingga malaikat rahmat dan malaikat azab berselisih; siapa di antara keduanya yang mencabut nyawanya, malaikat rahmat berkata, “Bukankah ia datang untuk bertaubat seraya menghadapkan hatinya kepada Allah?” Sedangkan malaikat azab berkata, “Tetapi dia belum sempat beramal saleh.” Maka datanglah kepada mereka seorang malaikat dalam bentuk manusia, dan ia pun dijadikan sebagai hakimnya, lalu ia berkata, “Ukur saja jarak antara kedua kampung itu, jika ternyata lebih dekat ke kampung salah satunya, maka yang mencabut adalah malaikat ini.” Kedua malaikat itu pun mengukur, ternyata lebih dekat ke kampung yang hendak ditujunya, maka dicabutlah nyawanya oleh malaikat rahmat.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat yang lain disebutkan, “Allah Ta’ala mewahyukan ke kampung yang satu, “Menjauhlah” dan ke kampung yang satu lagi,“Mendekatlah,” lalu dikatakan, “Ukurlah jarak antara keduanya,” maka mereka pun mendapatkan ternyata jaraknya lebih dekat sejengkal ke kampung yang dituju itu.”
Dari kisah di atas kita mengetahui, betapa orang tersebut tetap berusaha memperbaiki dirinya dan tidak berputus asa meskipun telah dipenuhi oleh dosa-dosa dan kesalahan, dan ternyata orang tersebut mendapatkan rahmat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dari hadits tersebut kita juga mengetahui keutamaan orang-orang yang berilmu dan batilnya orang yang menyatakan “Lebih baik tidak tahu daripada mengetahui.”
Mengapa kita berputus asa?
Terkadang ketika kita merencanakan sesuatu, lalu kita kerjakan segala sebab untuk meraihnya, namun apa yang kita rencanakan ternyata belum tercapai, kemudian kita pun berputus asa, lalu kita berhenti dan tidak meneruskan rencana kita. Ketahuilah wahai saudaraku, ini merupakan kelemahan.
Kalau pun belum tercapai rencana dan cita-cita kita, bukan berarti kita tidak akan berhasil lagi ketika kita mengusahakan kedua kalinya, ketiga kalinya, atau lebih. Sebenarnya di sana terdapat pelajaran yang banyak bagi kita kalau kita mau memperhatikannya, di antaranya:
-       Agar kita tidak bersandar kepada kemampuan diri kita, tetapi bersandar dan bertawakkal kepada Allah Yang Mahakuasa serta tetap terus berdoa kepada-Nya
-       Melatih kesabaran kita
-       Menghilangkan rasa ujub dan sombong dalam diri kita
-       Menunjukkan kelemahan diri kita sehingga kita mau berdoa dan meminta kepada Allah.
-       Dan pelajaran berharga lainnya.
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23)
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.--(kami jelaskan yang demikian itu) agar kamu tidak berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan agar kamu tidak terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,” (QS. Al Hadid: 22-23)
Kesabaran para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam dan keadaan mereka yang tidak kenal putus asa
Para Nabi ‘alaihumush shalatu wa salam sebagai teladan umat manusia adalah manusia pilihan Allah, mereka adalah orang-orang sabar dan tidak kenal putus asa dalam mengajak manusia beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla, sehingga di antara mereka ada rasul-rasul yang terkenal dengan istilah para rasul Ulul Azmi, mereka adalah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad ‘alaihumush shalatu wa salam yang menjadi penutup para nabi.
Nabi Nuh ‘alaihis salam tetap berdakwah siang dan malam, secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Bahkan setiap kali Beliau berdakwah, kaumnya menutup telinganya; tidak mau mendengar dan sampai menutup muka mereka dengan bajunya (lihat QS. Nuh: 5-9) Beliau terus mendakwahi mereka selama 950 tahun tanpa kenal putus asa. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمْسِينَ عَامًا فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ ظَالِمُونَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di tengah-tengah mereka seribu tahun kurang lima puluh. Lalu mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al ‘Ankabut: 14)
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam terus berdakwah meskipun kaumnya mendustakan. Beliau berdakwah kepada penduduk Hiran yang menyembah bintang-bintang, dan berdakwah kepada penduduk Babil yang menyembah patung. Hingga ketika dakwah Beliau tidak dihiraukan, maka Beliau hancurkan patung-patung mereka dengan tangannya sendiri, akhirnya Beliau ditangkap dan dibakar hidup-hidup, namun Allah menyelamatkan Beliau dengan menjadikan api itu dingin dan memberikan keselamatan kepada Ibrahim ‘alaihi salam (lihat QS. Al Anbiya’: 69).
Nabi Musa alaihis salam adalah seorang nabi yang sering sekali disakiti, baik oleh musuh Beliau yaitu Fir’aun dan bala tentaranya, bahkan oleh umat Beliau, yaitu Bani Israil. Oleh karenanya, kisah Beliau sangat sering disebutkan dalam Al Qur’an agar dijadikan pelajaran dalam kesabaran ketika berdakwah dan agar kita tidak putus asa.
Nabi Isa ‘alaihis salam juga demikian, saat Bani Israil menyimpang dari ajaran yang lurus, maka Beliau mendakwahi mereka dan mengajak mereka beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla serta mengikuti syariat-Nya, hingga akhirnya Beliau hendak dibunuh, namun Allah menyelamatkan Beliau dengan mengangkatnya ke langit (lihat QS. An Nisaa’: 158).
Demikian pula Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau terus berdakwah meskipun kaumnya menyakiti Beliau baik dengan ucapan maupun tindakan. Beliau dituduh sebagai pesihir, pendusta (lihat QS. Shaad: 4), penyair, orang gila (lihat QS. Ash Shaaffat: 36), dukun (lihat QS. Ath Thuur: 29), dan sebagainya. Demikian pula Beliau disakiti dengan tindakan, dan para pengikutnya dianiaya. Saat Beliau shalat di dekat Ka’bah dan melakukan sujud, orang-orang musyrik meletakkan kulit ari ke atas punggung Beliau sambil mentertawakan Beliau (lihat Shahih Muslim no. 1794). Saat Beliau berjalan kaki menuju Thaif untuk mendakwahi penduduknya, Beliau dilempari batu. Dan pada saat Beliau berhijrah dari Mekkah ke Madinah, Beliau dicari-cari oleh orang-orang musyrik, bahkan rumah Beliau sempat dikepung kaum musyrik, namun Allah menyelamatkan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga para pengepungnya tidak melihat Beliau. Dalam perang Uhud, sebagian gigi Beliau pecah dan wajah Beliau berdarah. Meskipun begitu, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap sabar dan berdakwah tanpa kenal putus asa hingga akhirnya Allah memberikan kemenangan untuk Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Terus berusaha dan tidak putus asa!
Perencanaan dan cita-cita yang orientasinya akhirat dan memperoleh derajat yang tinggi di sisi Allah hendaknya terus kita teruskan. Agar rencana dan cita-cita tercapai, seseorang tidak boleh meninggalkan Allah dan beralih kepada kemampuan dirinya, karena betapa banyak orang yang telah mengusahakan sesuatu namun tidak memperolehnya. Hal itu, karena Allah-lah yang berkuasa dan Dialah yang menetapkan, apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya, maka tidak akan terjadi. Maka mintalah kepadanya agar rencana dan cita-cita kita tercapai, tentunya dengan terus mengusahakannya dan tidak  diam saja tanpa berbuat sama sekali.
Demikian juga dalam perencanaan dan cita-cita yang mubah selama tidak berlebihan dan tidak melupakan kita kepada akhirat, maka untuk meraihnya adalah dengan menjalankan sebab-sebabnya, kemudian menyerahkan urusannya kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dan meyakini, bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan orang yang memperbagus amalan.
Oleh karena itu, seorang muslim memperhatikan, bahwa bersandar kepada sebab dan memandang bahwa sebab adalah yang bisa mendatangkan apa yang diharapkan adalah kekufuran. Sedangkan meninggalkan sebab, padahal ia mampu mendatangkannya adalah sebuah kemaksiatan yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lihatlah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tidaklah Beliau berperang kecuali sebelumnya telah menyiapkan perlengkapan, menjalankan sebabnya, Beliau memilih waktu dan tempat yang tepat untuk berperang.
Disebutkan dalam riwayat bahwa Beliau  tidak memulai peperangan kecuali jika udaranya telah sejuk, setelah sebelumnya menyiapkan langkah-langkah dan membentuk barisan. Ketika sebab telah selesai Beliau lakukan, maka Beliau mengangkat kedua tangannya sambil berdoa,
اَللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ السَّحَابِ وَهَازِمَ الْأَحْزَابِ اهْزِمْهُمْ وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ
“Ya Allah yang menurunkan kitab dan menjalankan awan, kalahkanlah mereka dan menangkanlah kami atas mereka.” (HR. Bukhari)
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, Ar Rahiqul Makhtum (Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri), Minhajul Muslim (Abu Bakar Al Jazairiy), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger