Keutamaan Shalat Sunah Rawatib dan Shalat Sunah Qabliyah Subuh

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫السنن الرواتب‬‎
Keutamaan Shalat Sunah Rawatib dan Shalat Sunah Qabliyah Subuh
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang keutamaan shalat sunah rawatib dan shalat sunah qabliyah Subuh (Sunnatul Fajr), semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Keutamaan Shalat sunah rawatib
Shalat sunah rawatib artinya shalat sunah yang rutin dikerjakan. Ia adalah shalat sunah yang mengiringi shalat fardhu.
Dari Ummu Habibah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا، غَيْرَ فَرِيضَةٍ، إِلَّا بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ، أَوْ إِلَّا بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ»
“Tidak seorang muslim pun yang shalat karena Allah setiap harinya dua belas rakaat sunah; di luar shalat fardhu melainkan Allah akan bangunkan sebuah rumah di surga, -atau melainkan akan dibangunkan rumah di surga-.” (HR. Muslim)
Tirmidzi dan Nasa’i menambahkan, “Yaitu empat rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat setelah Zhuhur, dua rakaat setelah Maghrib, dua rakaat setelah Isya, dan dua rakaat sebelum Subuh.” (Dishahihkan oleh Al Albani)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma ia berkata, “Aku hapal sepuluh rakaat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu dua rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah Maghrib di rumahnya, dua rakaat setelah Isya di rumahnya, dan dua rakaat sebelum Subuh.” (Dalam Shahih Bukhari dan Muslim juga ada tambahan, “Dan dua rakaat setelah shalat Jum’at.” Sedangkan dalam riwayat Muslim ada tambahan, “Adapun (setelah) Maghrib, Isya, dan Jum’at, maka aku shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumahnya.”)
Keutamaan shalat sunah Qabliyah Subuh
Shalat sunah Qabliyah Subuh termasuk shalat sunah Rawatib yang sangat ditekankan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa menjaganya dan tidak meninggalkannya baik ketika safar maupun tidak.
Dari Aisyah radhiyallahu anha ia berkata, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan empat rakaat sebelum Zhuhur dan dua rakaat sebelum Subuh.” (HR. Bukhari dan Nasa’i)
Ada beberapa hadits yang menunjukkan keutamaan menjaga shalat sunah Qabliyyah Subuh atau Sunnatul Fajr, berikut di antaranya:
1. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda tentang dua rakaat sebelum shalat Subuh,
لَهُمَا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا جَمِيعًا
“Sungguh, kedua rakaat itu lebih kusukai daripada dunia seluruhnya.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi)
2. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Tidak ada shalat sunah yang paling rutin dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada dua rakaat sebelum Subuh.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)
3. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua rakaat sebelum shalat Subuh lebih baik daripada dunia beserta isinya.” (HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi, dan Nasa’i)
4. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal shalat sunah lebih bersegera melakukannya dibanding dua rakaat sebelum Subuh.” (HR. Ahmad dan Muslim)
Meringankan bacaan dalam dua rakaat sebelum Subuh
Petunjuk yang masyhur dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam pelaksanaan dua rakaat sebelum Subuh adalah meringankan bacaan (membaca surat pendek) dalam dua rakaat tersebut.
1. Dari Hafshah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dua rakaat fajar sebelum shalat Subuh di rumahku, Beliau sangat meringankannya.”
Nafi’ berkata, “Abdullah (bin Umar) juga meringankannya.” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim)
2. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dua rakaat sebelum Subuh dengan meringankannya, sehingga aku ragu-ragu; apakah Beliau membaca surat Al Fatihah atau tidak?” (HR. Ahmad dan lainnya, dan dinyatakan isnadnya shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim oleh Pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah)
Bacaan yang dianjurkan pada dua rakaat sebelum Subuh
1. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca pada dua rakaat fajar (setelah Al Fatihah) surat Qul Yaa ayyuhal kaafirun (QS. Al Kafirun) dan Qul huwallahu ahad (QS. Al Ikhlash).” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
2. Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat dua rakaat sebelum Subuh, dan Beliau bersabda,
«نِعْمَ السُّورَتَانِ هُمَا، يُقْرَأُ بِهِمَا فِي رَكْعَتَيِ الْفَجْرِ، قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ»
“Sebaik-baik surat adalah dua surat ini!” yang dibaca pada dua rakaat fajar; Qulhuwallahu ahad (QS. Al Ikhlas) dan Qul Yaa Ayyuhal Kafirun (QS. Al Kafirun). (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dan dinyatakan shahih oleh Al Albani)
3. Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa ada seorang yang berdiri melakukan shalat dua rakaat fajar, lalu ia membaca pada rakaat pertama (setelah Al Fatihah) Qul yaa ayyuhal kafirun (QS. Al Kafirun) hingga selesai, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hamba ini telah mengenal Tuhannya.” Dan pada rakaat terakhir ia membaca “Qul huwallahu ahad,” (QS. Al Ikhlas) hingga selesai, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hamba ini telah beriman kepada Tuhannya.” Thalhah bin Khirasy (rawi hadits ini) berkata, “Oleh karena itu, aku suka membaca dua surat ini dalam dua rakaat tersebut.” (Hadits ini dinyatakan isnadnya kuat oleh Syu’aib Al Arnaut dalam Al Ihsan fii Taqrib Shahih Ibni Hibban).
4. Dari Ibnu Abbas ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada shalat dua rakaat fajar membaca ayat Quuluu aamannaa billahi wa maa unzila ilainaa (QS. Al Baqarah: 136) dan ayat yang ada di surat Ali Imran, yaitu Ta’alau ilaa kalimatin sawaa’in bainana wa bainakum (QS. Ali Imran: 64).” (HR. Muslim. Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa Beliau membaca pada rakaat kedua ayat, “Aamannaa billah wasyh-had bi annaa muslimun (QS. Ali Imran: 52).
Berbaring setelah mengerjakan dua rakaat fajar
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika selesai melakukan shalat dua rakaat fajar, Beliau berbaring miring ke sebelah kanan.” (HR. Jamaah Ahli Hadits)
Jamaah Ahli Hadits juga meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika selesai shalat dua rakaat fajar, jika aku dalam keadaan tidur, maka Beliau berbaring, dan jika aku dalam keadaan bangun, maka Beliau berbicara denganku.”
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya. Yang tampak kuat adalah, bahwa hal itu dianjurkan bagi orang yang shalat sunah fajar di rumahnya bukan di masjid.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ رَكْعَتَيِ الفَجْرِ فَلْيَضْطَجِعْ عَلَى يَمِينِهِ
“Apabila salah seorang di antara kamu shalat dua rakaat fajar, maka berbaringlah ke sebelah kanannya.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Albani)
Al Hafizh dalam Al Fat-h berkata, “Sebagian kaum salaf berpendapat dianjurkannya berbaring di rumahnya bukan di masjid, demikianlah yang dinukilkan dari Ibnu Umar, dan dikuatkan oleh sebagian guru kami, bahwa tidak ada nukilan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya di masjid. Telah shahih dari Ibnu Umar, bahwa ia melempar kerikil kepada orang yang melakukannya di masjid (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah).”
Tentang berbaring setelah shalat sunah fajar Imam Ahmad berkata, “Aku tidak melakukannya, tetapi jika ada seorang yang melakukannya, maka hal itu baik.”
Mengqadha shalat sunah fajar ketika tertinggal
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَيِ الْفَجْرِ فَلْيُصَلِّهَا بَعْدَمَا تَطْلُعُ الشَّمْسُ
“Barang siapa yang belum shalat dua rakaat fajar, maka lakukanlah setelah terbit matahari.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Hakim, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6542)
Dari Qais bin Umar, bahwa ia pernah keluar untuk shalat Subuh, ternyata ia telah mendapatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang melakukan shalat Subuh, sedangkan dirinya belum melakukan shalat sunah sebelum Subuh, maka Qais ikut shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu setelah ia selesai shalat, maka ia bangun melakukan dua rakaat fajar, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melewatinya dan bertanya, “Shalat apa ini?” Maka Qais memberitahukannya, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diam saja dan tidak berkata apa-apa.” (HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, para pemilik kitab Sunan selain Nasa’i. Al Iraqi berkata, “Isnadnya hasan.”)
Imam Ahmad, Bukhari, dan Muslim meriwayatkan dari Imran bin Hushain, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah dalam suatu perjalanan bersama para sahabatnya tertidur dari shalat Subuh dan mereka bangun ketika terkena sengatan panas matahari, maka mereka berpindah tempat hingga matahari meninggi, kemudian Beliau memerintahkan muazin mengumandakan azan, lalu Beliau shalat dua rakaat sebelum fajar, kemudian iqamat, lalu Beliau shalat Subuh.
Syaikh Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah menjelaskan, zhahir hadits-hadits tersebut menunjukkan, bahwa shalat sunah fajar yang tertinggal bisa diqadha baik sebelum matahari terbit maupun setelahnya, dan baik tertinggalnya karena udzur maupun tidak karena udzur, dan baik hanya shalat sunah fajar saja yang tertinggal maupun bersama shalat Subuh juga.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (Syaikh Sayyid Sabiq), Bughyatul Mutathawwi’ fii Shalatit Tathawwu’ (Dr. M. Bin Umar Bazmul), Al Fiqhul Muyassar fii Dhau’il Kitab wa Sunnah (Tim Ahli Fiqh, KSA), Silsilah Ash Shahihihah (M. Nashiruddin Al Albani), Mausu’ah Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’an was Sunnah), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger