Fiqih Shalat Sunah Rawatib Zhuhur

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫قضاء الرواتب‬‎
Fiqih Shalat Sunah Rawatib Zhuhur
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Pada risalah ini, kita akan mempelajari fiqh shalat sunah qabliyah (sebelum) dan ba’diyah (setelah) Zhuhur,, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Fiqih shalat sunah rawatib Zhuhur
1. Qabliyah dan Ba’diyah Zhuhur
Jumlah rakaat qabliyah dan ba’diyah Zhuhur totalnya bisa empat rakaat, enam rakaat, atau delapan rakaat.
a. Dalil yang totalnya empat rakaat (dua rakaat sebelum Zhuhur dan dua rakaat setelahnya)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Aku hapal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat sepuluh rakaat, yaitu: dua rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat setelah Zhuhur, dua rakaat setelah Maghrib di rumahnya, dua rakaat setelah Isya di rumahnya, dan dua rakaat sebelum shalat Subuh.” (HR. Bukhari)
Dari Mughirah bin Sulaiman ia berkata, “Aku mendengar Ibnu Umar berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak meninggalkan dua rakaat sebelum Zhuhur dan dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah Maghrib, dua rakaat setelah Isya, dan dua rakaat sebelum Subuh.” (HR. Ahmad, dan dinyatakan shahih oleh Pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah)
b. Dalil yang totalnya enam rakaat (empat rakaat sebelum Zhuhur dan dua rakaat setelahnya).
Dari Abdullah bin Syaqiq ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia menjawab, “Beliau melakukan shalat sebelum Zhuhur empat rakaat dan setelahnya dua rakaat.” (HR. Ahmad, Muslim, dan lainnya)
Dari Ummu Habibah binti Abi Sufyan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الجَنَّةِ: أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ المَغْرِبِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ العِشَاءِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الْفَجْرِ صَلَاةِ الْغَدَاةِ
“Barang siapa yang shalat sehari-semalam dua belas rakaat, maka akan dibangunkan rumah di surga, yaitu: empat rakaat sebelum Zhuhur dan dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah Maghrib, dua rakaat setelah Isya, dan dua rakaat sebelum shalat Fajar, yakni shalat Subuh.” (HR. Tirmidzi, ia berkata, “Hasan shahih,” dan Imam Muslim meriwayatkannya secara ringkas).
b. Dalil yang totalnya delapan rakaat (empat rakaat sebelum Zhuhur dan empat rakaat setelahnya).
Dari Ummu Habibah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَأَرْبَعًا بَعْدَهَا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى النَّارِ
“Barang siapa yang shalat empat rakaat sebelum Zhuhur dan empat rakaat setelahnya, maka Allah Azza wa Jalla haramkan neraka baginya.” (HR. Ahmad dan para pemilik kitab Sunan, dan dishahihkan oleh Tirmidzi)
Dari Abu Ayyub Al Anshariy, bahwa ia melakukan shalat empat rakaat sebelum Zhuhur, lalu ada yang bertanya, “(Mengapa) engkau rutin melakukan shalat ini?” Ia menjawab, “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya, lalu aku bertanya kepada Beliau tentang shalat itu, maka Beliau bersabda,
إِنَّهَا سَاعَةٌ تُفْتَحُ فِيهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ، فَأَحْبَبْتُ أَنْ يَرْتَفِعَ لِي فِيهَا عَمَلٌ صَالِحٌ
“Sesungguhnya waktu ini adalah waktu dimana pintu-pintu langit dibuka, aku ingin ketika itu amal salehku naik.” (HR. Ahmad, dan dinyatakan shahih lighairih oleh Pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah. Tirmidzi juga meriwayatkan hadits ini dari jalan Abdullah bin As Sa’ib, ia berkata, “Dalam hal ini ada riwayat dari Ali dan Abu Ayyub. Hadits Abdullah bin As Sa’ib adalah hadits hasan gharib.” Dan dishahihkan oleh Al Albani).
Pelaksanaan empat rakaat sebelum Zhuhur
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak meninggalkan empat rakaat sebelum Zhuhur dan dua rakaat sebelum shalat Fajar dalam keadaan bagaimana pun.” (HR. Ahmad dan Bukhari)
Ada pula riwayat dari Aisyah, bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat sebelum Zhuhur empat rakaat dengan melamakan berdirinya serta memperbagus ruku dan sujudnya.
Syaikh Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah menjelaskan, “Tidak ada pertentangan antara hadits Ibnu Umar yang menyatakan bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat dua rakaat sebelum Zhuhur dengan hadits-hadits lain yang menyebutkan bahwa Beliau melakukannya sebanyak empat rakaat. Al Hafizh dalam Al Fat-h berkata, “Yang lebih layak adalah membawa hadits itu kepada dua keadaan, yaitu terkadang Beliau melakukan dua rakaat dan terkadang melakukan empat rakaat. Ada pula yang berpendapat, bahwa hadits itu ditakwil seperti ini; yaitu Beliau ketika berada di masjid hanya mengerjakan dua rakaat dan ketika di rumah mengerjakan empat rakaat, atau bisa juga ditakwil seperti ini, yaitu ketika berada di rumah, Beliau shalat dua rakaat, lalu berangkat ke masjid dan shalat dua rakaat di sana, sehingga Ibnu Umar melihat praktek Beliau di masjid bukan di rumahnya, sedangkan Aisyah melihat kedua praktek Beliau. Takwil pertama diperkuat oleh riwayat Ahmad dan Abu Dawud dalam hadits Aisyah, bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di rumahnya sebelum Zhuhur empat rakaat, lalu berangkat (ke masjid). Abu Ja’far Ath Thabariy berkata, “Empat rakaat itu yang sering Beliau lakukan, sedangkan dua rakaat jarang-jarang.”
Apabila seseorang melakukan shalat empat rakaat sebelum Zhuhur atau empat rakaat setelahnya, maka pelaksanaannya lebih utama adalah mengucapkan salam setelah dua rakaat berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
صَلَاةُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى
“Shalat di malam dan siang hari adalah dua rakaat-dua rakaat.” (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Namun boleh juga langsung empat rakaat dengan sekali salam.
Imam Tirmidzi berkata, “Demikianlah yang diamalkan menurut mayoritas Ahli Ilmu dari kalangan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan setelahnya, yaitu mereka memilih pendapat agar seseorang melakukan shalat empat rakaat sebelum Zhuhur. Inilah pendapat Sufyan Ats Tsauriy, Ibnul Mubarak, Ishaq, dan penduduk Kufah. Namun sebagian Ahli Ilmu berpendapat, bahwa shalat di malam dan siang hari itu dua rakaat-dua rakaat, mereka berpendapat agar seseorang memisahnya antara dua rakaat. Demikianlah pedapat Syafi’i dan Ahmad.” (Sunan At Tirmidzi 2/289-290).
Mengqadha shalat sunah rawatib Zhuhur
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika belum melakukan shalat sunah empat rakaat sebelum Zhuhur, maka Beliau melakukannya setelahnya.” (HR. Tirmidzi, dan dihasankan oleh Al Albani)
Menurut Dr. Muhammad bin Umar Bazmul, bahwa hadits tersebut menunjukkan, bahwa orang yang tertinggal empat rakaat sebelum Zhuhur, ia bisa melakukannya setelah shalat Zhuhur secara mutlak.
Adapun hadits Ibnu Majah dari Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menjelaskan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengqadhanya setelah melakukan shalat sunah dua rakaat ba’diyyah, maka tambahan ini munkar, karena melalui riwayat Qais bin Ar Rabi’ yang dikomentari oleh Al Hafizh dalam At Taqrib, “Orang yang sangat jujur, namun berubah ingatannya ketika tua, dan anaknya memasukkan ke dalam haditsnya yang bukan haditsnya, lalu ia sampaikan.” Di samping itu, Imam Tirmidzi juga meriwayatkannya dari jalan yang lain dengan sanad yang shahih dari Aisyah tanpa tambahan itu. (Tamamul Minnah, hal. 241)
Hadits di atas berkenaan dengan mengqadha shalat sunah Qabliyyah (sebelum shalat fardhu), dan waktunya sampai akhir shalat fardhu tersebut.
Adapun mengqadha shalat sunah Ba’diyah, maka ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat Zhuhur ketika itu Beliau kedatangan harta, lalu Beliau duduk membagi-bagikannya, hingga datang muazin untuk mengumandangkan azan Ashar, lalu Beliau shalat Ashar kemudian pulang mendatangiku, ketika itu adalah hari giliranku, lalu Beliau melakukan shalat dua rakaat yang ringan, maka kami pun bertanya, “Dua rakaat apa ini wahai Rasulullah, apakah engkau menyuruh melakukannya?” Beliau menjawab, “TIdak. Kedua rakaat itu adalah dua rakaat yang biasa aku lakukan setelah Zhuhur, kemudian aku tersibukkan oleh membagi-bagikan harta hingga datang Muazin shalat Ashar, aku tidak suka meninggalkan kedua rakaat itu.” (Diriwayatkan pula Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud dengan lafaz yang lain).
Hadits ini menunjukkan bolehnya mengqadha shalat sunah ba’diyah Zhuhur di waktu terlarang, yaitu setelah Ashar. Dan larangan melakukan shalat sunah setelah Ashar adalah ketika matahari sudah tidak putih bersih lagi. Hal ini berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang shalat setelah Ashar kecuali ketika matahari masih meninggi.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al Albani)
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (Syaikh Sayyid Sabiq), Tamamul Minnah fit Ta’liq ‘ala Fiqhis Sunnah (M. Nashiruddin Al Albani), Bughyatul Mutathawwi’ fii Shalatit Tathawwu’ (Dr. M. Bin Umar Bazmul), Al Fiqhul Muyassar fii Dhau’il Kitab wa Sunnah (Tim Ahli Fiqh, KSA), Mausu’ah Ruwathil Hadits (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’an was Sunnah), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger