Keutamaan Menutupi Aib Seorang Muslim

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫فضل الستر‬‎
Keutamaan Menutupi Aib Seorang Muslim dan Beberapa Perkara Yang Perlu Ditutupi
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut pembahasan tentang Keutamaan Menutupi Aib dan Beberapa Perkara Yang Perlu Ditutupi.  Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Allah Subhaanahu wa Ta’ala senang menutupi aib hamba-hamba-Nya
Allah Subhaanahu wa Ta'ala senang menyembunyikan dan menutupi aib hamba-hamba-Nya di dunia dan akhirat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
يَدْنُو أَحَدُكُمْ مِنْ رَبِّهِ حَتَّى يَضَعَ كَنَفَهُ عَلَيْهِ، فَيَقُولُ: عَمِلْتَ كَذَا وَكَذَا؟ فَيَقُولُ: نَعَمْ، وَيَقُولُ: عَمِلْتَ كَذَا وَكَذَا، فَيَقُولُ: نَعَمْ، فَيُقَرِّرُهُ، ثُمَّ يَقُولُ: إِنِّي سَتَرْتُ عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا، فَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ اليَوْمَ
"Nanti salah seorang di antara kalian akan didekatkan kepada Tuhannya, lalu Allah berfirman, "Bukankah kamu telah mengerjakan dosa ini dan itu?" Ia menjawab, "Ya." Allah berfirman, "Bukankah kamu telah mengerjakan dosa ini dan itu?"  Ia menjawab, "Ya." Dia membuat hamba itu mengakui semua dosanya, lalu Dia berfirman, "Sesungguhnya Aku menutupi aibmu di dunia dan Aku mengampuninya pada hari ini." (HR. Bukhari)
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ الله -عَزَّ وَجَلَّ- حَيِيٌّ سِتِّيْرٌ، يُحِبُّ الْحَيَاءَ وَالسِّتْرَ
"Sesungguhnya Allah Pemalu dan suka menyembunyikan, Dia mencintai rasa malu dan menyembunyikan aib." (HR. Abu Dawud, Nasa'i, dan Ahmad. Hadits ini dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 1756)
Keutamaan menutupi aib
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendorong umatnya untuk menutupi aurat atau aib saudaranya. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,
لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا، إِلَّا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Tidaklah seorang hamba menutupi orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya pada hari Kiamat." (HR. Muslim)
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ سَتَرَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ، سَتَرَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barang siapa yang menutupi aurat saudaranya yang muslim, maka Allah akan menutup auratnya pada hari Kiamat." (HR. Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Penutupan aib terhadap seseorang pada hari Kiamat merupakan balasan terhadap perbuatan seorang muslim yang menutup aib saudaranya di dunia, dan pahala itu juga diperolehnya di dunia. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ، سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
"Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat." (HR. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Sebaliknya,  orang yang tidak menutupi aib orang lain, maka Allah berkuasa membuka aibnya meskipun di dalam rumahnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ كَشَفَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ، كَشَفَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، حَتَّى يَفْضَحَهُ بِهَا فِي بَيْتِهِ
"Dan barang siapa yang membuka aurat (aib) saudaranya yang muslim, maka Allah akan membuka aurat(aib)nya sehingga Dia akan mempermalukannya di rumahnya." (HR. Ibnu Majah, dan sishahihkan oleh Al Albani).
Oleh karena itu, seorang muslim selalu menutupi aib orang lain mengikuti perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya,
المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً، فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ القِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ
"Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak menzaliminya dan tidak menyerahkan kepada musuh. Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya, dan barang siapa yang menghilangkan derita dari seorang muslim, maka Allah akan menghilangkan darinya satu derita dari derita-derita pada hari Kiamat, dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari Kiamat." (HR. Bukhari)
Jika seseorang melakukan maksiat secara terang-terangan
Seorang muslim apabila melakukan suatu dosa, maka ia segera beristihfar dan bertobat serta menyesali perbuatannya sehingga Allah memaafkan dan menerima tobatnya. Adapun orang-orang yang tidak menyesali dosa mereka bahkan bangga dengan maksiat itu, maka mereka tidak dimaafkan Allah, dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut mereka sebagai ‘mujaahirin’ (orang-orang yang terang-terangan melakukan maksiat), Beliau shallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا المُجَاهِرِينَ، وَإِنَّ مِنَ المُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَيَقُولَ: يَا فُلاَنُ، عَمِلْتُ البَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
"Semua umatku akan dimaafkan selain orang yang terang-terangan (melakukan maksiat), dan termasuk terang-terangan adalah seseorang melakukan maksiat di malam hari, lalu pada pagi harinya ia berkata, “Wahai fulan, semalam saya mengerjakan perbuatan ini dan itu.” Padahal aibnya telah ditutupi oleh Allah pada malam harinya, namun pada pagi harinya ia buka tirai Allah itu.” (HR. Bukhari)
Hal yang perlu diperhatikan dalam menutupi aib orang lain
Dalam menutupi aib orang lain ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Kita tutupi aib itu ketika tindak keburukannya tidak terkait dengan hak orang lain dan tidak merugikan seorang pun selainnya. Jika tindakan itu masih berjalan, maka kita nasihati.
b. Sikap menutupi aibnya menjadi sarana untuk memperbaiki keadaan orang yang ditutupi, yakni menjadikannya berhenti dari maksiatnya dan bertobat kepada Allah Ta'ala. Adapun jika orang yang ditutupi termasuk orang yang terus berbuat maksiat dan termasuk orang yang mengadakan kerusakan di bumi, maka dalam hal ini tidak pantas ditutupi agar tidak menimbulkan madharrat karena ditutupi, yaitu membuat pelaku maksiat terus-menerus di atas maksiatnya.
c. Sikap menutupi tidak menghalangi menunaikan persaksian ketika diminta. Allah Ta'ala berfirman,
وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ
"Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya.” (Terj. QS. Al Baqarah: 283)
Beberapa perkara lain yang perlu ditutupi
Ada beberapa perkara yang perlu ditutupi, di antaranya:
1. Menutup aurat
Seorang muslim menutup auratnya dan tidak membukanya kepada seseorang yang tidak halal untuk melihatnya. Allah Ta'ala berfirman,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6)
"Dan orang-orang yang menjaga kehormatannya,-- Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak terceIa." (Terj. QS. Al Mu'minun: 5-6)
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya, "Wahai Rasulullah, tentang aurat kami; mana saja yang perlu kami tutupi dan yang kami biarkan?" Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Jagalah auratmu kecuali kepada istrimu atau budak yang kamu miliki." Orang yang bertanya berkata kembali, "Wahai Nabi Allah, bagaimana jika suatu kaum berada di tengah-tengah kaum yang lain?" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Jika kamu bisa tidak terlihat auratmu oleh seorang pun, maka janganlah perlihatkan." Orang yang bertanya berkata lagi, "Bagaimana jika salah seorang di antara kami sendiri?" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Allah lebih berhak seseorang malu kepada-Nya daripada kepada manusia." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dan dihasankan Al Albani)
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
"Seseorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki, demikian pula seorang wanita tidak boleh melihat aurat wanita." (HR. Muslim)
Di zaman sekarang banyak kaum wanita yang melepas jilbabnya dan memamerkan auratnya tanpa rasa malu sedikit pun, padahal yang demikian adalah dosa yang sangat besar yang menjadi penyebab mereka dijatuhkan ke dalam jurang neraka.
Seorang wanita muslimah yang berpegang dengan agamanya tentu menjauhi sikap itu, dan ia akan menjaga kehormatannya serta memakai hijabnya.
2. Menutup diri ketika mandi
Seorang muslim ketika akan mandi juga menutup diri agar tidak ada seorang pun yang tidak layak melihat dapat melihat auratnya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri apabila mandi menutup diri dari manusia, lalu Beliau mandi. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَيِيٌّ سِتِّيرٌ يُحِبُّ الْحَيَاءَ وَالسَّتْرَ فَإِذَا اغْتَسَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَتِرْ
"Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla Pemalu lagi suka menutupi, ia suka sifat malu dan menutupi. Jika salah seorang di antara kamu mandi, maka hendaklah menutup diri." (HR. Abu Dawud, Nasa'i, dan Ahmad, dan dishahihkan oleh Al Albani)
3. Menutup diri ketika buang air
Jika seorang muslim hendak buang air, baik buang air kecil atau buang air besar, maka hendaknya ia melakukannya di tempat yang tidak terlihat oleh manusia agar tidak menjadi pusat perhatian mereka. Ia juga menjaga dirinya dari terkena najis dari air kencingnya itu. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melewati kuburan dan mendengar dua orang yang sedang disiksa di kuburnya, lalu Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ
"Keduanya sedang diazab, dan keduanya tidaklah diazab menurutnya karena dosa besar (padahal itu dosa besar), adapun yang satu adalah karena tidak menjaga dirinya dari kencingnya, sedangkan yang satu lagi karena berjalan kesana-kemari mengadu domba." (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Menutup rahasia suami-istri
Seorang muslim menutup apa yang terjadi antara dirinya dengan istrinya. Ia tidak membicarakan hal yang terjadi antara dia dengan istrinya berupa hubungan-hubungan khusus. Agama kita yang lurus menyuruh kita menyembunyikannya, dan Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam menggolongkannya ke dalam amanah yang tidak boleh dikhianati oleh seseorang dengan membukanya, bahkan ia harus menutupinya. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,
إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ، وَتُفْضِي إِلَيْهِ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
"Sesungguhnya di antara manusia yang paling buruk kedudukannya pada hari Kiamat adalah seorang yang menggauli istrinya dan istrinya menggaulinya, lalu ia membuka rahasianya." (HR. Muslim dan Abu Dawud)
5. Menutupi sedekah
Seorang muslim tidak berharap dalam sedekahnya selain keridhaan Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Oleh karena itu, ia menyembunyikannya dan menutupinya agar tidak terlihat oleh seorang pun selain Allah 'Azza wa Jalla. Allah Ta'ala berfirman,
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
"Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara sembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (Terj. QS. Al Baqarah: 274)
Demikian juga sebagaimana yang disabdakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kita, bahwa salah satu di antara tujuh golongan yang Allah naungi pada hari Kiamat dengan naungan-Nya adalah seorang yang bersedekah, lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan tangan kanannya.
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
صَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ
"Sedekah secara rahasia dapat memadamkan kemurkaan Allah." (HR. Thabrani dalam Ash Shaghir, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 3759)
5. Menutupi mimpi buruk
Apabila seorang mukmin bermimpi baik dalam tidurnya, maka hendaknya ia bergembira terhadapnya, dan hendaknya ia mengetahui bahwa itu berasal dari sisi Allah. Ia boleh menyebutkannya kepada orang yang ia senangi, yaitu saudara-saudaranya yang saleh. Tetapi apabila ia bermimpi buruk yang tidak ia sukai, maka hendaklah ia meludah ke kiri tiga kali, berlindung kepada Allah dari keburukan mimpi itu dan tidak menceritakan kepada seorang pun. Ia yakin bahwa mimpi itu berasal dari setan, dan bahwa mimpi itu tidak akan memadharratkannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ مِنَ اللهِ، وَالْحُلْمُ مِنَ الشَّيْطَانِ؛ فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ شَيْئًا يَكْرَهُهُ، فَلْيَنْفُثْ عَنْ يَسَارِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ وَلْيَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْ شَرِّهَا، فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ
"Mimpi yang baik berasal dari Allah, sedangkan mimpi yang buruk dari setan. Apabila salah seorang di antara kamu bermimpi tentang sesuatu yang tidak ia sukai, maka hendaklah ia meludah ke kiri tiga kali dan hendaklah ia meminta perlindungan kepada Allah dari keburukannya, sesungguhnya hal itu tidak akan memadharratkannya." (Muttafaq 'alaih)
6. Menutupi was-was setan
Apabila timbul was-was buruk pada diri seorang mukmin atau berniat mengerjakan keburukan, maka hendaknya ia tidak menceritakan apa yang terlintas di hatinya dan keburukan yang dibisikkan kepada dirinya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ تَجَاوَزَ لِأُمَّتِي عَمَّا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا، مَا لَمْ تَعْمَلْ، أَوْ تَكَلَّمْ بِهِ
"Sesungguhnya Allah memaafkan umatku terhadap hal yang melintas dalam dirinya selama ia tidak kerjakan atau sebutkan." (Muttafaq 'alaih)
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': http://islam.aljayyash.net/, Maktabah Syamilah versi 3.45, Modul Akhlak kelas 9 (Penulis), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger