Akhlak Tawadhu’

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫تواضعوا يا بشر‬‎
Akhlak Tawadhu’
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan tentang Tawadhu.  Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Dikisahkan, bahwa ada seorang tamu yang singgah pada khalifah Umar bin Abdul 'Aziz. Saat keduanya sedang duduk, tiba-tiba lampu mati, maka khalifah bangun dan memperbaikinya sendiri. Maka tamunya berkata kepadanya, "Wahai Amirul Mukminin! Mengapa engkau tidak menyuruhku (yang menyalakannya) atau engkau panggil pelayan yang siap memperbaikinya." Khalifah menjawab, "Aku berdiri sebagai Umar, pulang sebagai Umar, tidak ada yang berkurang sedikit pun dariku dan sebaik-baik manusia di sisi Allah adalah orang yang tawadhu'."
Abu Bakar radhiyallahu 'anhu juga biasa pergi ke gubuk seorang wanita tua yang miskin, ia menyapu gubuknya dan membersihkannya, menyiapkan makanannya dan memenuhi kebutuhannya.
Abu Bakar radhiyallahu 'anhu juga pernah mengantar pasukan kaum muslim yang akan memerangi bangsa Romawi di bawah pimpinan Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhu. Ketika itu, Usamah menaiki kendaraannya, sedangkan Khalifah Abu Bakar berjalan kaki, maka Usamah berkata kepadanya, "Wahai Khalifah Rasulullah, engkau harus naik atau saya akan turun." Maka Abu Bakar menjawab, "Demi Allah, saya tidak akan naik dan kamu tidak boleh turun, dan tidak masalah bagiku membuat kedua kakiku berdebu sesaat di jalan Allah."
Amirul mukminin Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu bahkan pernah memikul tepung di atas punggungnya dan membawanya ke rumah seorang wanita yang tidak mempunyai makanan  untuk anak-anaknya yang yatim. Ia juga yang menyalakan apinya dan terus meniup apinya sehingga makanan menjadi matang. Ketika itu, ia tidak pulang sampai anak-anak telah makan dan merasa kenyang.
Disebutkan dalam kisah, bahwa ada seorang dari bangsa Persia yang datang membawa surat dari Kisra Raja Persia kepada Khalifah Umar. Saat ia masuk ke Madinah, maka ia bertanya tentang istana khalifah, lalu orang-orang memberitahukan, bahwa khalifah tidak punya istana. Ketika itu, utusan Kisra ini bingung, maka ia pung keluar (mencari Umar) dengan ditemani salah seorang kaum muslim untuk menunjukkan di mana tempatnya. Saat keduanya sedang mencari Umar di pelosok Madinah, ternyata keduanya mendapat seorang laki-laki yang sedang tidur di bawah pohon, maka orang muslim itu berkata kepada utusan Kisra, "Inilah Amirul Mukminin Umar bin Khaththab." Maka bertambah heranlah utusan ini terhadap khalifah kaum muslim yang raja Persia maupun raja Romawi tunduk kepadanya. Kemudian orang itu berkata, "Engkau memerintah dengan adil sehingga engkau aman dan dapat tidur wahai Umar."
Suatu hari orang-orang Quraisy duduk berbangga-bangga di hadapan Salman Al Farisi yang ketika itu menjabat sebagai gubernur Mada'in. Saat itu, masing-masing orang dari mereka menyebutkan harta, kedudukan, nasab, dan kehormatan yang dimilikinya, maka Salman pun berkata kepada mereka, "Adapun saya, maka permulaannya adalah mani yang kotor, lalu aku menjadi bangkai yang busuk, kemudian aku mendatangi mizan. Jika timbangan amalku berat, maka aku adalah orang yang mulia, tetapi jika timbangan amalku ringan, maka aku orang yang hina."
Apa itu tawadhu'?
Tawadhu' adalah tidak meninggikan dan membesarkan diri kepada seorang pun dari manusia. Bahkan ia menghormati semua manusia, meskipun mereka sebagai orang fakir, orang lemah, atau yang derajatnya lebih rendah dari itu. Allah Ta'ala memerintahkan kita bertawadhu', Dia berfirman,
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
"Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman." (Terj. QS. Asy Syu'araa: 215),
Dia juga berfirman,
تِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
"Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa." (Terj. QS. Al Qashash: 83)
Fudhail bin 'Iyadh pernah ditanya tentang tawadhu', maka ia menjawab, "Engkau tunduk kepada kebenaran dan mengikutinya, meskipun engkau mendengar kebenaran itu dari anak kecil, maka engkau menerimanya, dan meskipun engkau mendengarnya dari orang yang paling bodoh, namun engkau tetap menerimanya."
Abu Bakar radhiyallahu 'anhu berkata, "Janganlah sekali-kali seseorang menghina seorang pun dari kalangan kaum muslim, karena orang yang rendah dari kaum muslim di sisi Allah adalah mulia."
Ada yang mengatakan, "Mahkota seseorang adalah tawadhu'."
Tawadhu' Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
Allah Subhaanahu wa Ta'ala memberikan pilihan kepada Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam antara menjadi hamba dan Rasul atau menjadi raja dan rasul, namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih memilih untuk menjadi hamba dan rasul karena tawadhu' kepada Allah 'Azza wa Jalla.
Tawadhu' juga merupakan akhlak Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam yang paling menonjol. Contoh-contoh yang menunjukkan ketawadhu'an Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam cukup banyak, di antaranya:
Sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha pernah ditanya, "Apa yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di rumahnya?" Ia menjawab, "Beliau membantu pekerjaan istrinya. Ketika tiba waktu shalat, maka Beliau bangun untuk shalat." (HR. Bukhari)
Beliau juga yang memerah sendiri susu kambing, menjahit sandal, menambal baju, makan dengan pembantunya, membeli sendiri sesuatu di pasar dan membawanya dengan kedua tangannya. Beliau juga yang pertama memulai salam kepada orang yang Beliau jumpai, menjabat tangannya, dan tidak membedakan dalam hal ini; baik anak kecil, orang dewasa, orang yang berkulit hitam, berkulit merah, orang merdeka atau budak. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga tidak memisahkan diri dari para sahabatnya, bahkan Beliau bersama-sama mereka untuk bekerja, baik ringan maupun berat.
Saat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menaklukkan Mekkah, maka Beliau memasukinya dalam keadaan menundukkan kepalanya karena tawadhu' kepada Allah Rabbul 'aalamin, bahkan kepalanya hampir menyentuh punggung untanya. Selanjutnya, Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam memaafkan penduduk Mekkah dan meringankan mereka. Beliau bersabda kepada mereka,
اِذْهَبُوْا فَأَنْتُمُ الطُّلَقَاءُ
"Pergilah! Kalian semua bebas." (Sirah Ibnu Hisyam)
Macam-macam tawadhu'
Tawadhu' dilakukan terhadap Allah, Rasul-Nya, dan manusia semuanya.
Seorang muslim yang tawadhu' kepada Allah, maka ia akan menerima agama-Nya, tunduk kepada-Nya, tidak membantah, dan tidak menyanggah perintah-perintah Allah dengan pendapat dan hawa nafsunya.
Ia juga bertawadhu' kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan memegang teguh sunnah dan petunjuknya. Oleh karena itu, ia mengikutinya dengan penuh adab dan ketaatan tanpa melanggar perintah dan larangannya.
Seorang muslim juga bertawadhu' kepada manusia dengan tidak sombong, mengakui hak-hak mereka, menunaikannya meskipun kedudukan mereka rendah, kembali kepada kebenaran dan menerimanya dari mana pun sumbernya.
Keutamaan tawadhu'
Tawadhu' adalah sifat terpuji yang menunjukkan bersihnya jiwa, mengajak kepada kecintaan, kasih sayang, persamaan antara manusia, menebarkan keterikatan antara sesama mereka, menghilangkan hasad, marah, dan rasa benci dari hati manusia. Di samping itu semua, tawadhu' juga mendatangkan keridhaan Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ، إِلَّا عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ
"Sedekah tidaklah mengurangi harta, tidaklah seorang hamba memaafkan kecuali Allah akan menambahkan kemuliaan, dan tidaklah seseorang bertawadhu' karena Allah, kecuali Allah akan meninggikannya." (HR. Muslim)
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ، وَلَا يَبْغِي أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
"Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku, "Bertawadhulah" sehingga tidak ada seorang pun yang sombong atas orang lain dan menzalimi orang lain." (HR. Muslim)
Seorang penyair berkata,
إِذَا شــِئْتَ أن تَـزْدَادَ قَـدْرًا ورِفْـــعَــةً
فَلِنْ وَتَوَاضَعْ وَاتْرُكِ الْكِبْـرَ والْعُجْـــبَا
Jika engkau ingin bertambah tinggi kedudukanmu
Maka bersikap lembut dan bertawadhulah dirimu
Tinggalkah sombong dan rasa ujub dari dirimu
Sombong
Tidak boleh bagi seseorang bersikap sombong selama-lamanya, karena kesombongan hanya milik Allah saja. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
اَلْكِبْرِيَاءُ رِدَائِي، وَالْعَظَمَةُ إِزَارِي، فَمَنْ نَازَعَنِي وَاحِدًا مِنْهُمَا، قَذَفْتُهُ فِي النَّارِ
"Kesombongan adalah selendang-Ku, kebesaran adalah kain-Ku. Barang siapa yang hendak menarik salah satu dari keduanya, maka Aku akan lemparkan dia ke neraka." (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi)
Seorang yang sombong merasa bahwa kedudukan dan posisinya berada tinggi di atas kedudukan orang lain, dimana hal itu akan menjadikan manusia tidak suka dan benci kepadanya serta berpaling darinya, sebagaimana sombong juga membuat seseorang mengerjakan berbagai perbuatan hina. Ia pun tidak mau mendengarkan nasihat, tidak mau menerima sebuah pendapat, dan akan menjadi orang-orang yang disingkirkan.
Allah Ta'ala berfirman,
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Terj. QS. Luqman: 18)
Allah juga mengancam orang-orang yang sombong dengan azab yang keras, Dia berfirman,
سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ
"Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku." (Terj. QS. Al A'raaf: 146)
كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ
"Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang." (Terj. QS. Ghaafir: 35)
Allah Ta'ala juga membenci orang-orang yang sombong serta menjadikan neraka sebagai tempat tinggal dan pembalasan bagi mereka. Dia berfirman,
إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ
"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong." (Terj. QS. An Nahl: 23)
Dia juga berfirman,
أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْمُتَكَبِّرِينَ
"Bukankah jahannam itu tempat bagi orang-orang yang sombong?" (Terj. QS. Az Zumar: 60)
Bentuk-bentuk kesombongan
Di antara manusia ada yang sombong dengan ilmunya dan merendahkan orang lain. Ia marah jika ada seorang yang menolaknya atau menasihatinya, sehingga dirinya pun binasa dan ilmunya tidak bermanfaat.
Di antara mereka ada pula yang sombong dengan keturunan dan nasabnya, ia berbangga diri dengan kedudukan ayah dan kakeknya serta memandang manusia lebih rendah kedudukannya, sehingga dengan perbuatan itu ia mengambil kehinaan dan kerendahan dari Allah.
Di antara manusia ada pula yang sombong dengan kekuasaan, kedudukan, dan kekuatannya, ia merasa ujub dengan kekuatannya dan tertipu olehnya, ia pun melakukan tindak aniaya dan zalim sehingga hal itu menjadi sebab memperoleh kebinasaan dan akibat yang buruk.
Di antara mereka ada juga yang sombong dengan banyak hartanya, lalu ia menghambur-hamburkan hartanya, bersikap boros dan merasa tinggi di atas manusia, sehingga dengan perbuatan itu ia mendapatkan dosa dari Allah dan tidak bermanfaat baginya hartanya itu.
Balasan bagi orang yang sombong
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memperingatkan kita agar tidak sombong dan menyuruh kita menjauhinya agar kita tidak dihalangi masuk surga. Beliau bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
"Tidak masuk surga orang yang berada dalam hatinya kesombongan meskipun seberat dzarrah (debu)." (HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi)
Bahkan Allah telah menenggelamkan ke bumi seseorang karena kesombongannya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي قَدْ أَعْجَبَتْهُ جُمَّتُهُ وَبُرْدَاهُ، إِذْ خُسِفَ بِهِ الْأَرْضُ، فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِي الْأَرْضِ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ
"Ketika seseorang berjalan dengan rambut dan kedua pakaian yang mengagumkan dirinya, tiba-tiba ia ditenggelamkan ke dalam bumi dan masuk ke dalamnya sampai tiba hari Kiamat." (Muttafaq 'alaih)
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
يُحْشَرُ المُتَكَبِّرُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ أَمْثَالَ الذَّرِّ فِي صُوَرِ الرِّجَالِ يَغْشَاهُمُ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ، فَيُسَاقُونَ إِلَى سِجْنٍ فِي جَهَنَّمَ يُسَمَّى بُولَسَ تَعْلُوهُمْ نَارُ الأَنْيَارِ يُسْقَوْنَ مِنْ عُصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ طِينَةَ الخَبَالِ
"Orang-orang yang sombong akan dikumpulkan  pada hari Kiamat seperti semut kecil dalam bentuk manusia, mereka diliputi oleh kehinaan dari setiap tempat. Mereka digiring ke salah satu penjara di neraka Jahannam bernama Bulas. Mereka diliputi api dan diberi minum perasan penghuni neraka, yaitu thinatul khabaal (nanah penghuni neraka)." (HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh Al Albani)
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
حَقٌّ عَلَى اللَّهِ أَنْ لاَ يَرْتَفِعَ شَيْءٌ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا وَضَعَهُ
"Hak atas Allah untuk merendahkan sesuatu yang meninggi dari dunia." (HR. Bukhari)
Oleh karena itu, hendaknya masing-masing kita berusaha tawadhu' dalam bergaul dengan manusia dan tidak sombong dengan seorang pun betapa pun tinggi jabatan kita dan banyaknya harta kita, karena tawadhu' termasuk akhlak orang-orang mulia, sedangkan sombong termasuk akhlak orang-orang yang hina.
Seorang penyair berkata:
تَوَاضَعْ تَكُنْ كَالنَّجْمِ لاَحٍ لِنَاظـِـــرِ
عَلَى صَفْحَـاتِ الْمَــاءِ وَهْوَ رَفِيـْـعُ
وَلاَ تَكُ كَالدُّخَانِ يَعْلُـــوْ بَنَفْسـِـــهِ
عَلَى طَبَقَــاتِ الْجَـوِّ وَهْوَ وَضِيـْـعُ
Bertawadhulah, maka engkau akan seperti bintang yang jelas bagi orang yang memandang
Di atas permukaan air tampak padahal dirinya tinggi.
Dan janganlah kamu seperti asap yang dirinya tinggi di atas lapisan-lapisan udara padahal dirinya hina.
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': http://islam.aljayyash.net/, Maktabah Syamilah versi 3.45, Modul Akhlak kelas 8 (Penulis), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger